Oleh: Tri
Astuti Sugiyatmi
DALAM beberapa hari ini kita disuguhi
berita, seorang anak 6 tahun yang dikabarkan meninggal setelah operasi di
sebuah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) di Klaten. Lepas dari kejadian sebenarnya,
apakah penyebab meninggalnya pasien tersebut karena alergi sebuah obat - yang
kadang memang sulit diprediksi, ataukah adanya kesalahan prosedur di RS itu.
Yang jelas peristiwa tersebut menambah panjang daftar kasus dugaan malpraktik
sebelumnya.
Kasus-kasus sebelumnya yang juga menyita
perhatian masyarakat luas seperti dugaan kesalahan dari interpretasi
pemeriksaan darah, yang mengakibatkan pasien harus dicuci darah, kasus
tertukarnya bayi di sebuah RS di Magelang dan tindakan kekerasan petugas
administrasi RS besar di Surabaya terhadap pengantar pasien yang melontarkan
keluhan.
Adanya sifat yang sangat khas pada layanan
kesehatan yaitu adanya asimetri informasi dimana informasi yang dimiliki
oleh provider baik dari RS atau dokter tidak seimbang dengan yang dimiliki oleh
pasien. Suatu hal yang sering membuka kemungkinan kesalahpahaman. Selain itu
kondisi masyarakat yang semakin cerdas dan semakin terbukanya informasi di
berbagai media tampaknya juga mempunyai andil pada terangkatnya kasus-kasus
tersebut.
Berdasarkan data masyarakat yang
mengadukan dokter ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)
tercatat semakin meningkat.
Menurut DR Sabir Alwy, SH, MH selaku wakil
ketua MKDKI dalam acara konferensi pers tentang sistem penanganan pengaduan
pasien di Jakarta, terungkap berdasarkan data dari MKDKI jumlah pengaduan mulai
tahun 2006 - 2010 berturut-turut ada 9, 11, 20, 36, 49 pengaduan. Khusus pada
tahun 2011 sampai bulan Mei ada 10 pengaduan. Total terdapat 135 pengaduan.
Sedangkan sampai dengan tahun 2009
berdasarkan Majalah Kedokteran Indonesia, tuntutan hukum kepada profesi dokter
juga mengalami peningkatan. Data yang masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Kesehatan sebanyak 405 dalam beberapa tahun terakhir. 73 Kasus di antaranya
masuk ke dalam laporan ke kepolisian.
Melihat berbagai kasus gugatan yang sering
muncul maka tampaknya ada benang merah di dalamnya yang menjadi akar
permasalahan. Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter,
tenaga paramedis lain serta tenaga administrasi RS masih harus diperbaiki.
Berkaitan dengan hal tersebut dalam sebuah
pidatonya di dalam lustrum ke 13 Fakultas Kedokteran UGM, Menteri Kesehatan
menyatakan bahwa salah satu terobosan yang dilakukan untuk mengatasi tantangan
pembangunan kesehatan adalah dengan menerapkan ‘world class
health care’. Layanan kesehatan
tingkat dunia. Sebuah tantangan untuk menjadikan layanan kesehatan kita menjadi
pilihan pertama dan utama di negeri sendiri dengan mutu internasional.
Namun sungguh menjadi ironis karena
ternyata data mengenai pelayanan kesehatan yang sudah menerapkan mutu ini
sampai sekarang tidak jelas baik untuk RS maupun puskesmas yang ada. Hal ini
juga dibuktikan dengan larinya dana kesehatan masyarakat ke RS-RS di luar
negeri seperti Singapura, Malaysia dan negara lain yang mencapai 20 Triliun
pada tahun 2009 sebagaimana ditengarai oleh ketua Ikatan Dokter Indonesia
(IDI), Fachmi Idris. Tentu saja permasalahan mutu layanan kesehatan
mempunyai andil yang cukup besar selain faktor lain seperti gengsi, pelarian
kasus korupsi maupun adanya rasa ketidakpercayaan terhadap layanan bangsa
sendiri.
Bercermin dari kasus di atas, maka untuk
menurunkan angka-angka tuntutan/ gugatan/pelaporan kepada polisi akibat kasus
yang terjadi di RS adalah dengan menginisiasi mutu pada lembaga pelayanan
kesehatan. Tentu saja termasuk mutu tenaga medis dan paramedis yang juga
menjadi tanggung jawab organisasi profesi. Pelatihan tentang pelayanan prima
atau service excellent dari tingkat top manajemen sampai dengan level terdepan
yaitu office boy, kasir, bagian loket serta bagian informasi, tanpa kecuali.
Sejatinya esensi dari mutu adalah sebuah
‘upaya pencegahan’ ke arah yang buruk. Untuk mengantisipasi bila suatu kasus
muncul maka penyusunan standard operating procedure (SOP) menjadi sebuah
keniscayaan. Dan hal inilah kelemahan yang sangat mendasar pada layanan
kesehatan kita. SOP pada layanan kesehatan seringkali tidak/belum ada. Atau
bila SOP mungkin ada, namun kepatuhan petugas terhadapnya juga kadang-kadang
masih harus dipertanyakan. (Bersambung hal 13)-c
Di sinilah peranan manajemen sebuah organisasi
layanan kesehatan mendapatkan tempatnya. Dalam hal ini Sistem Manajemen Mutu
(SMM) bisa jadi menjadi sangat penting bukan sekedar pada ketersediaan dokter
saja atau alat yang lengkap saja namun adalah sebagai gabungan sistem manajemen
yang mengatur semua sumber daya yang ada untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada pasien termasuk ketersediaan, kelengkapan dan kepatuhan terhadap
prosedur yang ada.
***
Rasanya
semua pihak akan sepakat bila mutu memang sangat diperlukan dalam
pelayanan kesehatan. Tetapi permasalahan yang sering terjadi bahwa mutu
dianggap sesuatu yang mahal dan mewah, walaupun sebenarnya bisa menjadi sesuatu
yang sangat murah.
Bayangkan dengan adanya kasus tuntutan
hukum maka biaya yang dikeluarkan oleh pihak tergugat (baik RS maupun tenaga
medis/ paramedis) menjadi sangat mahal. Pembayaran ganti rugi, biaya yang
dikeluarkan untuk mediasi maupun untuk membayar profesional hukum seperti
lawyer menjadi berlipat-lipat bila dibandingkan RS mengeluarkan biaya untuk
membiayai pelatihan mutu, audit internal dan segala kebutuhan minimal
untuk menjadikannya bermutu.
Selain biaya tersebut di atas masih ada
biaya yang timbul juga karena efek sosialnya seperti pencitraan yang buruk,
kehilangan calon pelanggan sehingga juga dibutuhkan usaha lebih dari RS untuk
memulihkan nama baiknya.
Jelaslah bahwa layanan kesehatan yang
bermutu, menemukan momentum terbaiknya pada saat terjadi sebuah kegagalan
(tuntutan hukum, tudingan malpraktik dll). Sebenarnya mutu adalah upaya
pencegahan sebelum kegagalan terjadi, sehingga dibutuhkan pemimpin/manajer yang
visioner untuk mengantisipasi kegagalan tersebut. Semoga. q - c. (3302-2011).
*) dr Tri Astuti Sugiyatmi,
Anggota Pusat Kebijakan Pembiayaan dan
Manajemen Asuransi kesehatan
Fakultas Kedokteran UGM.
Read more: Kasus Medis vs Mutu Layanan Kesehatan Oleh Tri Astuti Sugiyatmi http://www.kpmak-ugm.org/2012-05-12-04-54-35/2012-05-12-05-03-45/article/211-kasus-medis-vs-mutu-layanan-kesehatan.html#ixzz34CrTQi4X
Get this free plugin from FreeCSS3Templates.com
Sumber : www.kpmak-ugm.org
kak maksud dari bersambung ke hal 13-c?
BalasHapus